Oleh: Syamsul Balda, Founder Institute of Quantum Life
Najmuddin Ayyub penguasa Tikrit, Irak, belum juga menikah dalam waktu yang lama.
Maka, bertanyalah saudaranya Asaduddin Syerkuh,
“Saudaraku, mengapa kamu belum menikah?”
Najmuddin menjawab,
“Aku belum mendapatkan yang cocok.”
Asaduddin berkata,
“Maukah aku lamarkan seorang gadis untukmu?”
Dia berkata,
“Siapa?”
Ia menjawab,
“Puterinya Malik Syah anak Sultan Muhammad bin Malik Syah Raja bani Saljuk.
Atau putrinya Nizhamul Malik, dulu Perdana Menteri yang memimpin para menteri agung zaman kekhalifahan Abbasiyah.”
Najmuddin berkata,
“Dua-duanya tidak cocok untukku.”
Heranlah Asaduddin Syerkuh. Ia berkata,
“Lantas, siapa yang cocok bagimu?”
Najmuddin menjawab,
“Aku menginginkan istri yang shalihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria yang mampu mengembalikan Baitul Maqdis, ke tangan kaum muslimin.”
Waktu itu, Baitul Maqdis, Palestina, dijajah oleh pasukan salib, dan Najmuddin masa itu tinggal di Tikrit, Irak, yang berjarak jauh dari lokasi tersebut.
Namun, hati dan pikirannya senantiasa terpaut dengan Baitul Maqdis.
Impiannya adalah menikahi istri yang shalihah dan melahirkan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin.
Asaduddin tidak terlalu heran dengan ungkapan saudaranya, ia berkata,
“Dimana kamu bisa mendapatkan wanita yang seperti itu?”
Najmuddin menjawab,
“Barang siapa yang niatnya ikhlas karena Allah, akan Allah karuniakan pertolongan.”
Pada suatu hari, Najmuddin sedang duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang-bincang.
Tiba-tiba datang seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai, dan Syaikh tersebut minta izin Najmuddin untuk bicara dengan si gadis.
Najmuddin mendengar Syaikh berkata pada si gadis,
“Kenapa kamu tolak utusan yang datang ke rumahmu untuk meminangmu?”
Gadis itu menjawab,
“Wahai, Syaikh. Ia memang sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku.”
Syaikh berkata,
“Siapa yang kamu inginkan?”
Gadis itu menjawab,
“Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.”
Deegg..!!
Najmuddin bagai disambar petir saat mendengar kata-kata wanita dari balik tirai itu.
Allahu Akbar..!!
Itu kata-kata yang sama yang diucapkan Najmuddin kepada saudaranya.
Sama persis dengan kata-kata yang diucapkan gadis itu kepada Syaikh.
Bagaimana mungkin ini terjadi kalau tak ada campur tangan Allah yang Maha Kuasa?
Najmuddin menolak putri Sultan dan putri Perdana Menteri yang punya kecantikan dan kedudukan.
Begitu juga gadis itu menolak pemuda yang punya kedudukan dan ketampanan.
Apa maksud ini semua??
Keduanya menginginkan tangan yang bisa menggandeng ke surga dan melahirkan darinya ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.
Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh,
“Aku ingin menikah dengan gadis itu.”
Syaikh mulanya kebingungan.
Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran,
“Mengapa? Dia gadis kampung yang miskin.”
Najmuddin berkata,
“Ini yang aku inginkan.
Aku ingin istri shalihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.”
Maka, tak berapa lama menikahlah Najmuddin Ayyub dengan gadis itu.
Setahun kemudian, lahirlah putra Najmuddin, yang kemudian menjadi ksatria legendaris, yang mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin.
Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M.
Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi atau lebih dikenal dengan nama :
SHALAHUDDIN AL-AYYUBI.
***
Dikutip dari Talkhis: Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’, karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
😌🙏❤💕