Wartasyariah.com-Jakarta-Teknologi, khususnya yang berkaitan dengan layanan keuangan, sama dengan dua sisi mata uang, ada plus minusnya. Seperti yang marak dan terus berkembang, fasilitas Pinjaman Online (Pinjol) satu sisi memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat, dan satunya memunculkan berbagai masalah yang membuat masyarakat terjerat pada utang berkepanjangan.
Berpulang pada kondisi yang ada Persatuan Wartawan Indonesia-Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (PWI-IKWI) didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengedukasi kalangan pers dan masyarakat lewat webinar yang bertajuk “Sehat Kelola Dana dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital” yang digelar secara daring dan hybrit, Selasa, 9 Agustus 2022, di Jakarta. Kegiatan ini juga dalam rangka HUT IKWI ke-61, 19 Juli 2022.
Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari mengatakan, pemahaman mengenai Pinjol atau pinjaman online, penting, karena banyak anggota masyarakat yang akhirnya menemui masalah. Buktinya, terdapat 19.711 kasus Pinjol per Oktober 2021. Data ini, katanya, dia kutip dari Bisnis.com berdasarkan dari OJK selama kurun waktu tahun 2019-2021.
“Saya percaya pemateri memberikan wawasan yang luas untuk meningkatkan kewaspadaan bagi seluruh peserta dalam memanfaatkan inovasi teknologi di bidang keuangan, khususnya mengenai pinjaman pembiayaan online, atau sering kita sebut Pinjol,” kata Atal.
Sementara, Friderica Widyasari Dewi, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, sebagai keynoth speech mengatakan, webinar tentang Pinjol sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2024. “Mengingat, Indonesia memiliki potensi pasar fintech yang sangat besar karena memiliki jumlah penduduk yang besar di dunia. Di mana dari 270 juta jiwa, sebanyak 190 juta atau 71 persen di antaranya merupakan penduduk usia produktif,” Kata kiki sapaan akrabnya.
Jumlah pengguna ponsel, lanjutnya, di Indonesia saat ini melebihi jumlah penduduk, artinya satu orang bisa mempunya dua sampai tiga ponsel. Kemudian rata-rata penggunaan internet lebih dari delapan jam sehari. Maka tak heran jika produk-produk pinjaman online atau oleh OJK disebut Fintech Pendanaan Bersama ini sangat marak digunakan karena memang menjadi produk yang mudah sekali diterima dan digunakan oleh masyarakat.
Head of Funding ALAMI Group, Muhammad Tiarso menjelaskan peran membangun UMKM melalui teknologi oleh Fintech Syariah. Peran tersebut antara lain dengan mengalokasikan pinjol atau pembiayaan dalam perbankan syariah ke dalam sektor yang produktif. Ini menjadi peluang fintech Syariah dalam memasarkan produknya di Indonesia karena Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
ALAMI telah mengakusisi BPR Syariah dan mengubahnya menajdi Hijrah Bank. Selama 2021, telah mencairkan pembiayaan sebesar Rp1,6 triliun, sedangkan hingga saat ini telah menyalurkan pembiayaan sekitar Rp3,2 triliun dengan rata-rata pencairan setiap bulan senilai Rp300 miliar. “Dengan pencapaian ini, kami mengajak masyarakat untuk memanfaatkan pinjaman yang legal. Karena kalau ilegal pastinya akan merugikan secara keekonomian,” imbuhnya.
Skema yang ditawarkan ALAMI Group menurut Tiarso, sebagai platform, pihaknya mendanai semua medium enterprise dari sektor logistik, kesehatan, pertambangan, power supply, hingga small medium enterprise. “Kami melakukan analisa, scoring terhadap project yang akan kita biayai. Setelah project-nya siap visible, kami tawarkan ke financial institution seperti bank. Jadi banyak juga perbankan yang saat sedang kelebihan dana dan belum ada penyaluran,” jelasnya.
Head of CRM Maucash, Lalavenya Sara, membeberkan tips cerdas dalam memilih Fintech. Pertama, masyarakat terutama ibu-ibu, harus memastikan sebelum meminjam bahwa Fintech yang dituju itu adalah perusahaan yang terdaftar dan berlisensi OJK. Hal itu dapat diakses langsung pada website OJK.
Kedua, pinjamlah sesuai kebutuhan dan dijaga maksimal 30 persen dari penghasilan. Ini tujuannya supaya nanti pinjaman yang dicairkan itu dapat dibayarkan juga ketika sudah jatuh tempo. Jangan meminjam lebih dari kemampuan membayar. Ketiga, lunasi cicilan tepat waktu. Misalnya jatuh tempo 15, maka lunasi juga cicilannya sebelum tanggal 15 atau pada tanggal 15 untuk menghindari konsekuensi dan risiko ke depannya, yaitu mengenai catatan kredit yang buruk.
Keempat, menghindari berutang dengan cara gali lubang tutup lubang. Sebab mengambil hutang untuk membayar hutang yang lain nantinya tidak akan sehat buat keuangan. Kelima, ketahui bunga dan denda pinjaman di awal sebelum pinjaman. Tujuannya agar bisa mengukur kemampuan membayar.
Rina Apriana dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) megatakan, asosiasi akan terus mendukung program literasi sebagaimana yang terus digaungkan OJK. Saat ini anggota AFPI berjumlah 102 anggota dengan lisensi resmi OJK di bidang usaha produktif. Anggota AFPI melayani UMKM baik individu maupun institusi dengan pendanaan multiguna baik secara konvensional maupun dengan konsep syariah untuk tujuan produktif.