Jakarta – Surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai 35,34 miliar Dolar Amerika Serikat (AS), sepanjang 2021, sehingga rekor tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Pemerintah menyebutkan nilai surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai 39,37 miliar Dolar AS. Karena sinergi ekspor dan impor Indonesia tahun 2021 ditutup positif dalam neraca perdagangan.
Bulan Desember 2021 saja, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus senilai 1,02 miliar Dolar AS. Ini menyebabkan tren surplus dipertahankan sejak Mei 2020 atau 20 bulan berturut-turut.
“Perekonomi Indonesia tetap mencatatkan performa positif di neraca perdagangan. Langkah ini meningkatkan resiliensi sektor eksternal Indonesia,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dilansir WartaSyariah.com dari laman Kemenko Ekon, Selasa 18 Januari 2022.
“Kondisi membuat Republik Indonesia makin stabil hadapi bermacam-macam tantangan yang diperkirakan masih berlanjut di tahun 2022,” pungkasnya.
Kinerja surplus neraca perdagangan selama 2021 tercatat berasal dari nilai ekspor yang meraih angka 231,54 miliar Dolar AS atau tumbuh double digit senilai 41,88 persen (year-on-year atau yoy).
Selain itu, terdapat hilirisasi komoditas unggulan, termasuk turunan produk crude palm oil (CPO), yang mampu menstabilkan eksistensi ekspor Indonesia.
Kondisi tersebut terlihat dari ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) pada 2021 yang mencapai angka 32,83 miliar Dolar AS atau naik 58,48 persen (yoy).
Selain CPO, hilirisasi komoditas nikel dapat menstimulus kinerja ekspor Indonesia, melalui pertumbuhan ekspor komoditas nikel dan barang daripadanya (HS 75) tumbuh 58,89 persen (yoy) senilai 1,28 miliar Dolar AS.
Sedangkan 10 besar komoditas utama ekspor terus bertumbuh, yaitu komoditas bijih logam, terak, dan abu (HS 26) naik 96,32 persen (yoy) sebesar 6,35 miliar Dolar AS.
Termasuk diantaranya ekspor komoditas besi dan baja (HS 72) yang juga meroket hingga 92,88 persen (yoy) menjadi sebesar 20,95 miliar Dolar AS.
“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Tercermin pula dari meningkatnya penciptaan nilai tambah pada sektor manufaktur,” tandas Airlangga.
“Terbukti secara kumulatif, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari – Desember tahun 2021 naik 35,11 persen (yoy) jadi senilai 177,11 miliar Dolar AS,” imbuhnya.
Menko Ekon Airlangga sekaligus menjelaskan level Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia bertengger pada area naik jadi 53,5 pada Desember 2021, terus mengikuti level ekspansi yang terjadi 4 bulan berturut-turut.
Level PMI Indonesia pada Desember 2021, lebih bagus dibandingkan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia (52,8), Vietnam (52,5), Filipina (51,8), Thailand (49,5), serta Myanmar (49,0).
Sementara itu, penurunan kasus Covid-19 yang konsisten beberapa bulan terakhir tahun 2021, menyebabkan pemerintah melonggarkan pembatasan mobilitas. Situasi ini melancarkan aktivitas perekonomian dan mendorong kenaikan pada pemintaan barang.
Sehingga sektor manufaktur juga terpicu dan dapat menaikkan luaran produksinya. Namun pemerintah tetap mewaspadai fenomena peningkatan varian Omicron yang diperkirakan mencapai puncaknya di akhir Januari atau awal Februari 2022.
Peningkatan ekspor sejalan dengan peningkatan impor Indonesia pada 2021, menjadi senilai 196,20 miliar Dolar AS atau tumbuh 38,59 persen (yoy).
Dominasi atas struktur impor Indonesia yakni di impor golongan bahan baku dan penolong senilai 147,38 miliar Dolar AS (75,12 persen dari total impor).
Selanjutnya, impor barang modal 28,63 miliar Dolar AS (14,59 persen total impor), serta impor barang konsumsi 20,18 miliar Dolar AS (10,29 persen total impor). Struktur ini menandakan perekonomian Indonesia tumbuh produktif melaui penciptaan nilai tambah di kebutuhan domestik dan diekspor kembali.
“Kinerja positif perekonomian tahun 2021 akan terus dipertahankan pemerintah dengan optimalisasi kebijakan, dengan mendorong banyaknya ekspor komoditas bernilai tambah,” papar Airlangga.***